Bekerja Untuk Meraih Kebahagiaan Akhirat
Bekerja Untuk Meraih Kebahagiaan Akhirat – Seharusnya orang yang diberi kelebihan harta bisa beramal dengan amalan yang tidak bisa dilakukan kecuali oleh orang yang diberi harta. Ia bisa menggunakan harta tersebut dengan beragam amal shaleh yang mengantarkannya dapat meraih balasan terbaik di akhirat. Seperti zakat, haji, umrah, memberi makan fakir miskin, berinfak untuk beragam kegiatan-kegiatan dakwah Islam, dan lain-lain. Alloh subhanahu wata’ala tidak meminta seluruh harta yang dimiliki seseorang. Dia hanya meminta sebagian kecil saja dari harta tersebut untuk digunakan pada jalan-jalan kebaikan yang diridhai-Nya. Alloh subhanahu wata’ala berfirman:
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
“Carilah pada apa yang telah dianugerahkan Alloh kepadamu kebahagiaan negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari kenikmatan duniawi dan berbuat baiklah sebagaimana Alloh telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qashash [28]: 77)
Imam al-Thabari, Imam Ibnu Katsir, Imam al-Qurthubi, dan Imam al-Baghawi menjelaskan maksud firman Alloh subhanahu wata’ala “Carilah pada apa yang telah dianugerahkan Alloh kepadamu kebahagiaan negeri akhirat.” Yaitu hendaknya dengan harta benda yang Alloh subhanahu wata’ala berikan di dunia digunakan untuk meraih kebahagiaan di akhirat dengan beragam amal sholeh yang mendekatkan diri kepada Alloh subhanahu wata’ala dan mengantarkannya ke Surga
Ayat di atas juga menunjukkan dibolehkannya menikmati segala kesenangan hidup yang sudah dihalalkan semisal makan, minum, pakaian, kendaraan, pernikahan, dan lain-lain. Hal tersebut sebagaimana ditegaskan dengan Alloh subhanahu wata’ala “Janganlah kamu melupakan bagianmu dari kenikmatan duniawi”.
Dengan demikian, diperbolehkan secara syariat bekerja mencari harta dunia untuk memenuhi kebutuhan hidup serta menikmati kesenangan hidup yang dihalalkan oleh Alloh subhanahu wata’ala. Hanya saja fasilitas harta dunia yang dinikmati tersebut tetap dalam rangka mensukseskan misi ibadah kepada Alloh subhanahu wata’ala.
Batasan utama bekerja mencari harta dunia adalah tidak melalaikan kewajiban seorang hamba kepada Alloh subhanahu wata’ala dan bekerja dengan cara yang sesuai syariat, yaitu cara-cara yang dihalalkan di dalam Islam. Batasan-batasan ini tergambar dalam firman Alloh subhanahu wata’ala dalam firman-Nya:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ. فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Wahai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, maka bersegeralah kalian kepada mengingat Alloh dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kalian di muka bumi; dan carilah karunia Alloh dan ingatlah Alloh banyak-banyak supaya kalian beruntung.” (QS. Al-Jumu’ah [62]: 9-10)
Alloh subhanahu wata’ala melarang jual beli saat shalat Jumat didirikan dan mempersilahkan untuk kembali mencari karunia Alloh subhanahu wata’ala saat shalat sudah didirikan. Ini menunjukkan bolehnya bekerja dengan catatan tetap menjaga kewajiban sebagai seorang hamba. Bahkan, Rosululloh sholallohu’alaihi wasallam menjelaskan pekerjaan yang terbaik adalah hasil keringat sendiri. Bukan meminta-minta.
عَنْ رِفَاعَةَ بْنِ رَافِعٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ : أَيُّ الْكَسْبِ أَطْيَبُ ؟ قَالَ : عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ
Rifa’ah bin Rafi’ meriwayatkan hadits bahwa Nabi sholallohu’alaihi wasallam pernah ditanya mengenai pekerjaan apa yang paling baik. Jawaban Nabi sholallohu’alaihi wasallam, “Kerja dengan tangannya sendiri dan semua jual beli yang mabrur.” (HR. Bazzar dan Ahmad) Transaksi jual beli mabrur yaitu: Tidak melanggar batasan-batasan syariat dan jujur menjelaskan kualitas produk. Baik kelebihan produk maupun kekurangannya.
روى البخاري عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لأَنْ يَأْخُذَ أَحَدُكُمْ حَبْلَهُ فَيَحْتَطِبَ عَلَى ظَهْرِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَأْتِيَ رَجُلاً فَيَسْأَلَهُ أَعْطَاهُ أَوْ مَنَعَهُ.
Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah rodhiyallohu’anhu dari Rosululloh sholallohu’alaihi wasallam bahwa beliau bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya! Jika seseorang di antara kalian mengambil tambang lalu mencari kayu bakar dan diletakkan diatas punggungnya, hal itu lebih baik dibanding jika ia mendatangi seseorang meminta-minta kepadanya, diberi maupun ditolak.” (HR. al-Bukhari)
Bekerja dengan cara yang halal sekalipun melelahkan jauh lebih baik dibanding meminta-meminta kepada orang lain. Pekerjaan yang akan mengantarkan pada kebahagiaan akhirat dalah pekerjaan yang halal dan tidak melanggar syariat Islam. Seberat apapun pekerjaan tersebut. Tidak ada pekerjaan hina dan rendah di sisi Alloh subhanahu wata’ala selama pekerjaan tersebut halal.
Adapun harta yang diraih dari hasil kerja harus digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan dalam ajaran Islam. Tidak digunakan pada hal-hal yang diharamkan seperti untuk melacur, membeli obat-obatan terlarang, bermain judi, dan lain-lain. Tetapi, hendaknya membelanjakan harta tersebut pada jalan-jalan kebaikan. Bahkan, seharusnya orang memiliki harta bisa meraih kemuliaan lebih dibanding orang yang tidak memiliki harta.
Para sahabat Rosululloh sholallohu’alaihi wasallam yang miskin pernah mengadukan problematika mareka karena mereka tidak bisa beramal sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang kaya. Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim dalam kitab Shahih-nya:
عَنْ أَبِى ذَرٍّ أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِىِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا لِلنَّبِىِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ بِالأُجُورِ يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّى وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ وَيَتَصَدَّقُونَ بِفُضُولِ أَمْوَالِهِمْ. قَالَ « أَوَلَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ مَا تَصَّدَّقُونَ إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلِّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلِّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْىٌ عَنْ مُنْكَرٍ صَدَقَةٌ وَفِى بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ ». قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَأْتِى أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ قَالَ « أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِى حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِى الْحَلاَلِ كَانَ لَهُ أَجْرٌ ».
Abu Dzar rodhiyallohu’anhu mengatakan bahwa beberapa orang dari Sahabat Rosululloh sholallohu’alaihi wasallam berkata kepada Nabi sholallohu’alaihi wasallam “Wahai Rosululloh! Orang-orang yang berharta telah mendapatkan pahala yang banyak, mereka shalat seperti kami shalat, mereka berpuasa seperti kami berpuasa, selain itu mereka pun dapat bersedekah dengan kelebihan harta mereka.” Nabi sholallohu’alaihi wasallam bersabda, “Bukankah Alloh telah menjadikan sesuatu untuk kalian yang dapat kalian sedekahkan? Sesungguhnya pada setiap tasbih itu adalah sedekah, setiap takbir itu adalah shadaqah, setiap tahmid itu adalah sedekah, setiap tahlil itu adalah sedekah, menyuruh kepada kebaikan (ma’ruf) adalah sedekah, mencegah dari yang mungkar adalah sedekah, dan bercampurnya (jima’) seorang dari kalian dengan isterinya adalah shadaqah. “Mereka bertanya, “Wahai Rosululloh! Apakah seorang dari kami ketika mendatangi syahwatnya (bersetubuh dengan isterinya) lalu ia mendapatkan pahala? Nabi sholallohu’alaihi wasallam menjawab: “Bagaimana pendapat kalian, jika ia menempatkan syahwatnya pada tempat yang haram, bukankah ia mendapatkan dosa? Maka demikianlah, apabila ia menempatkan syahwatnya pada tempat yang halal, maka ia mendapatkan pahala karenannya.” (HR. Muslim)